Sekilas
cermin setan bentuknya hampir sama dengan cermin-cermin yang lain. Berbingkai
ukiran pahatan yang indah saja yang
membedakannya. Cermin setan memantulkan penampakan asli penunggu cermin ini setiap
malam jumat kliwon. Cermin setan ini harus di cuci dengan tumbal darah manusia dan orang yang memelihara cermin setan ini
akan menjadi kaya bergelimang harta. Tapi jika lupa dan tidak di cuci oleh
darah tumbal manusia maka “penunggu” cermin itu akan menjadikan pemilik cermin
sebagai tumbal berikutnya atau anggota keluarga lain.
Malam
itu aku tidak bisa tidur. Hari ini tepat malam jumat, waktuku memandikan
cermin. Aku masih belum punya tumbal yang akan ku persembahkan untuk si
penunggu cermin. “Aduh gimana ini ya…istriku yang masih belum pulang dari
kegiatan arisan. Sedang ke tiga anak-anakku sedang berada di kamar mereka
masing-masing” pikirku dalam-dalam.
Aku
masih berpikir keras malam itu.
Terdengan suara “rudi…rudi..rudi …mana tumbalmu rudi …aku sudah ingin meminum
darah manusia rudi….”
Aku
kaget setengah mati, bingung mau menjawab apa. Tiba-tiba terlintas wajah rohima,
pembantu baru rumahku.
“Ambillah
jiwa rohima, puaskan dirimu “ jawabku ke penunggu cermin.
“Ha…ha..ha
bagus …kamu akan mendapatkan harta yang lebih kaya dari ini ha..ha.. awas
jangan lupa tumbalmu nanti yaa ha..ha ..ha” ucap si penunggu.
Penunggu
cermin setan itu, memang tak pernah menampakkan dirinya . Hanya suaranya saja
yang membuatku merinding.
“Tolooong,..tolong
den aduuuh aaah” teriak rohima pembantuku yang meminta tolong. Aku pura-pura
tak mendengar teriakan rohima. Aku sangat takut. Ke tiga anakku juga tidak
mendengar suara teriakan rohima. Malam itu mencekam sampai aku tertidur.
“Mas,
ayo bangun…bangun mas .. rohima kesetrum listrik dan meninggal mas. Masak kamu
ndak tahu teriakan rohima” tanya istriku.
“Aku
tidak mendengar apa-apa, masih ngantuk nih” jawabku sebisanya .
“Ayo
mas, panggil tetangga-tetangga kita kuburkan jasad rohima” perintah istriku.
Tanpa
di komando lagi segera aku jalankan permintan istriku.
Tepat jam 12 siang jenasah rohima telah
terkubur. Para tetangga yang membantuku mengurus proses pemakamannya.
Aku
istirahat di kamar tengah , sementara istriku masih sibuk menemani pelayat yang
masih datang ke rumah. Aku melirik cermin setan yang masih menggantung di tembok.
“Kapan ini bisa berakhir, aku kasihan sama rohima, mungkin sekarang arwahnya
jadi arwah penasaran karena ulahku. Maafin aku rohima” . (bersambung)